Showing posts with label Puisi (Berhala). Show all posts
Showing posts with label Puisi (Berhala). Show all posts

Untuk Mimpi yang Kami Khianati

Posted: Tuesday, June 29, 2010 | Ditulis oleh saha | Labels: 6 comments
Sebatang rokok yang sudah menjadi berhala tak habis kami cumbui di malam itu. Pun nyanyian sekelompok anak muda dan gitar sumbangya berlomba mendengung di kedua telinga. Sabda-sabda alam malam tak kalah menusuk seperti panah hujan yang sejak maghrib menancap di ubun-ubun. Kami ingat mimpi-mimpi. Yang semakin hari semakin panjang tak berujung.

Secangkir kopi pahit yang sudah menjadi dewa tak lekas kami teguk malam itu. Pun gerung-gerung mesin dan decit rodanya merambat dengan angin membelai tubuh lembab kami. Sepasang celepuk terbang kian kemari menembus awan yang tak kalah legam dengan warna langit. Kami ingat mimpi-mimpi. Yang semakin hari semakin tertinggal di telaga bayang.

Berhala. Nyanyian anak muda. Dewa. Sepasang celepuk.

Membawa kami dalam temaram mimpi-mimpi yang telah kami khianati.

Dan di sini, maki kami kian menjadi pada tuhan-tuhan kami.

Wizurai

Baca tuntas...

Pemimpin Oh Pemimpin

Posted: Monday, November 10, 2008 | Ditulis oleh saha | Labels: 2 comments


Selembar samak rumput kami hampar
tempat kami dirunduk lagi tergelepar
selembar kain beluderu kami bentang
tempat kau telanjang lagi terlentang

:mari saling berbuka aurat

Kami usap dadamu dengan beribu rasa cemas
di sana tertulis kemegahan dengan tinta emas
dan rabalah dada kami tanpa kau remas
di sana tertulis harap dengan segala jejas

:mari saling membaca di dada

Kau baca punya kami tanpa hayat
kami baca punyamu dengan ma'rifat

Wizurai,



Baca tuntas...

Pasukan Syahwat Pulang Perang (sajak 'perang' 2)

Posted: Thursday, October 16, 2008 | Ditulis oleh saha | Labels: 0 comments

Baca sajak sebelumnya Pasukan Syahwat Siap Tempur

Tubuh-tubuh perempuan inilah medan perang
Tempat kami beringas, berdengus dan mengerang
Perang usai saat subuh, setelah bunyi bedug kedua ditabuh
Pertempuran sengit rasanya sampai selangit
Yang mati diarak mimpi, yang hidup berapi-api
Kami prajurit ada yang peduli, tapi tak sedikit tertawa geli

“Loh memangnya siapa yang mati?”

“Panglima kami, IMAN!”

Wizurai,




Baca tuntas...

Pasukan Syahwat Siap Tempur (sajak 'perang' 1)

Posted: | Ditulis oleh saha | Labels: 0 comments

(Malam kelap-kelip remang-remang)

Gelung-gelung bambu
Tempat kami bersandar
Menikmati toboh, tabuh dan tubuh
:Hura-hura!

Cinta-cinta tabu
Tempat kami berbingar
Menikmati angin, ingin, dan angan
:hura-hara!

di sini,
tak perlu takut hidup jadi berkarat
paling kotoran dalam daging−sekerat
ada kapas, anggap saja antelas
ada mimpi, di sini banyak serimpi
APA LAGI?

“kami siap tempur!”

(Yang binal datang menggempur, pasukan syahwat pantang mundur, meninggalkan barak penuh berak, membawa nadi penuh noda, gagah berani tentunya tanpa nurani)

SERBUUUU!!

Wizurai,





Baca tuntas...

Sajak Bumi Menanti Para Peminang Maut

Posted: Thursday, September 18, 2008 | Ditulis oleh saha | Labels: 1 comments

Wajahnya lunglai penuh kisut garis-garis muka yang menua. Lamunannya terbang bersama seekor ‘garuda’ yang ranum bulu sutera di tubuhnya. Sesekali terlihat ia terbenam dalam pelukan jari-jari kekar—telapak kumal penuh daki dan parutan resah-ruah sekujur badan. Rautnya perlahan mendung pertanda gerimis air mata tak sanggup lagi ia bendung. Mulutnya komat-kamit, membisikan sajak ke semesta jagad ini.

Duhai Tuan,
Aku tersedak menikmati maknaMu
Musibah kutukan buru-buru kutelan
Aku dikejar waktu

Begitu banyak rupaMu di tubuh tuaku
Elok—menyaru batu-batu sapphire
Begitu berat beban yang tlah terpaku
Elok—menyaruk dalam pahit getir

Matanya terbuka, tajam serupa matahari tapi matahatinya tetap sayu. Dengan lembut ia hapus gerimis di mata sebelum menjadi badai. Tak ada benci dalam hatinya, apalagi dendam. Hanya kecewa karena tak kuasa. Terdengar lagi, setengah berbisik kali ini, sajak yang menjadi persaksiannya.

Duhai Tuan,
Kulahirkan putera-puteri yang meminang maut
Untuk menyemai ‘budi dan pekerti’

Tapi Tuan,
Kulahirkan pula mereka yang menyanggah maut
Untuk memupuk ‘tamak dan benci’

Kembali lamunan mengawang seatas awan, tersenyum ia pada ‘garuda’ yang terlanjur menjadi berhala di salah satu belahan tubuhnya. Tak bersedih lagi, ia muntahkan satu persatu: musibah, kutukan, derita, amarah, dan benci yang ditelannya bulat-bulat. Lalu diambilnya sepiring do’a, sajak, dan segelas air pelepas dahaga dari muara dzikir. Dikunyah sampai lembut sampai tak tersisa satu remah pun. Ia tahu, tahu benar bahwa tubuhnya sedang mengandung beribu bahkan berjuta para peminang maut. Sambil bersendawa ia mengucap sajak lagi.

Anakku, kutunggu engkau
Kafani tubuh tuaku saat kau lahir nanti


=============================
Sajak yang kutulis untuk S.M Kartosoewiryo

wizurai,


Baca tuntas...
 
Mau belajar online php dan mysql untuk bikin web? Gabung aja di sini, ada kelas gratis buat sobat